Materi

[Materi][twocolumns]

Kendala-kendala yang Biasa Dihadapi Penulis - Catatan Pertemuan Kofiku

Komunitas Menulis Kudus
Pertemuan Kofiku di Omah Aksi

Jalan mencapai mimpi biasanya tidaklah mudah, ada saja kendala yang ditemui. Jika sudah dihadapkan pada masalah, pilihan kita hanya dua, menghadapinya atau menyerah. Mungkin ini yang juga dihadapi orang yang punya impian menjadi seorang penulis. Tidak hanya orang yang baru belajar menulis yang kerap kali bertemu dengan masalah dan kendala-kendala, penulis profesional yang sudah menelurkan banyak karya pun acap kali harus dihadapkan dengan kendala berarti, hanya saja mungkin karena jam terbang sudah tinggi, mereka akan memilih jalan menghadapi masalah tersebut dengan cara-cara yang mungkin mereka sudah ketahui. 

Penulis-penulis yang tergabung dalam Komunitas Fiksi Kudus (Kofiku) pun ternyata menghadapi masalah yang cukup menghambat mereka menelurkan karya. Pada pertemuan bulanan hari Minggu, 15 Oktober 2017 di Omah Aksi Kudus mereka memutuskan saling berbagi tentang apa yang menjadi kesulitan mereka untuk berkarya.

Diskusi yang dikemas dengan asyik dan santai karena semacam curhat ini diawali oleh Reyhan yang mengemukakan bahwa dia sudah beberapa tahun semenjak fokus ke skripsi “libur” menulis. Karena terlalu lama libur, dia jadi malas dan sangat sulit untuk memulainya lagi, hingga sekarang. Terakhir dia hanya menulis blog, puisi dan cerpen. Tidak seproduktif dan semudah dulu. Selain itu sedikitnya waktu senggang yang dipunyai sekarang pun menjadi halangan yang cukup berarti.

malas dan sulit memulai

Apa yang dihadapi Reyhan ternyata juga diamini oleh Fadlilah dan El Eyra. Semenjak mereka punya kesibukan lain, menulis menjadi susah dan malas, padahal masih ada niatan dan keinginan untuk menulis. Modal niat dan ingin saja ternyata masih kurang, karena tetap berbenturan dengan kurangnya waktu luang. 

kurangnya waktu luang

Tiba Sholik yang curhat tentang kendalanya dalam menulis. Hampir senada dengan yang disampaikan Reyhan,  Fadlilah dan El Erya, dia pun kurang punya waktu luang. Aktivitasnya sudah sangat padat setiap harinya, ditambah dia masih berusaha menyelesaikan studi sarjananya di Universitas Terbuka. Selain itu, dia masih bingung bagaimana memulai sebuah tulisan dan bagaimana mengembangkan tulisannya. 

bingung bagaimana memulai cerita

Ariel Yanuar punya cara sendiri dalam menulis. Baginya menonton film adalah cara yang cukup efektif untuk belajar menulis dan mengembangkan tulisan. Kenapa? Mungkin cara menonton film penulis dan yang bukan penulis akan berbeda. Yang bukan penulis akan sekedar menikmatinya. Berbeda dengan penulis yang menikmati dan memperhatikan. Dia mengatakan bahwa setiap adegannya dia seolah disuguhi tulisan. Nah, saat menulis pun harusnya bisa membayangkan sebuah adegan seperti pada film, lalu tulisan tersebut akan mengikutinya. 

coba nonton film

Saat Dimas Nugraha mendapat giliran untuk curhat, dengan tegas menggunakan intonasi tinggi dia bilang kalau akan memaksa dirinya untuk tetap menulis. Malas tidak bisa jadi halangan! Anggota di ruangan pun seakan terbakar dan merasa cemburu dengan semangat pemenang kedua Lomba Puisi Kofiku 2017 kemarin. Dia juga mengaku bahwa menulis puisi sejak SMP, lebih tepatnya saat mulai merasakan cinta.

Memang benar, kekuatan terbesar seseorang adalah cinta. Cinta dapat menggerakkan kita. Dan Dimas membuktikan itu. Cinta yang dia punya dituangkan dalam larik-larik puisi yang indah. Mungkin semangat Dimas dan apa yang dilakukan Dimas bisa diontoh.

rasakan cinta, dan jadikan kekuatan

Heri Sutrisno yang terbilang baru suka membaca dan belajar menulis, namun progresnya sangat luar biasa ternyata punya kendala tersendiri. Banyaknya teori yang dia tahu tentang menulis malah menjadi beban tersendiri.  Sebelum menulis sudah memikirkan hal-hal teoritik dan hasil. Itu yang membuatnya tak yakin dengan apa yang akan ditulisnya. 

tahu banyak teori, bikin beban tersendiri

Reyhan pun berbagi bahwa saat dia menulis, dia akan melupakan teori-teori menulis yang dia ketahui. Dia akan menulis mengalir begitu saja sesuai cerita yang terpikirkan saat itu juga sampai selesai. Dia hiraukan ejaan dan lain-lain karena dengan itu dia bisa bebas. Setelah itu, dia akan merevisinya lagi sampai selesai. Setelahnya dia akan merevisinya sekali lagi dengan memperhatikan semua aspek seperti ejaan dan teori-teori yang dia ketahui. Dia pun kerap membaca karya orang lain yang senada dengana apa yang ditulisnya terlebih dahulu sebelum melakukan revisi yang pertama dan kedua. Dia menegaskan bahwa ini adalah cara dia, dan bisa jadi setiap penulis punya cara tersendiri dan akan menemukan caranya sendiri.

bebaskan saja dirimu saat menulis

Arif Rohman yang punya basic menulis non fiksi berkeinginan menulis fiksi, minimal cerpen. Tapi sampai sekarang dia belum bisa melakukannya. Dia masih bingung bagaimana memulainya, padahal dia sangat suka sekali membaca fiksi, bakan sejak MA, tempat ternyamannya adalah perpustakaan. Namun dia akan tetap mencoba, meski belum tahu kapan akan berhasil.

Anggota baru, Firda Haruma lebih berkisah tetang awal dia menulis dan apa saja karya yang sudah ditelurkannya. Semangatnya yang masih menggebu cukup memotivasi anggota lain yang sedang tak bersemangat.  

Setelah semua selesai curhat, seolah ada pandangan-pandangan dan semangat baru yang lahir dari diskusi ini. Bahkan jadi tahu bahwa apa-apa yang menjadi kendala ternyata hampir sama. Intinya adalah tetap semangat dan memaksa diri untuk tetap menulis, seperti apa yang dikatakan Dimas. Sebenarnya jika sudah saling jujur dan mengetahui apa yang menjadi kendala, harusnya bisa dicari sendiri jalan keluarnya, karena setiap orang akan punya cara sendiri untuk menghadapinya. Sekarang tinggal memilih, akan berhenti atau menghadapinya? [RMA]

jadi, mau berhenti atau menghadapinya?

No comments:

Kegiatan

[Kegiatan][bleft]

Karya Kami

[Karya Kami][bleft]

Galeri

[Galeri][twocolumns]