Materi

[Materi][twocolumns]

CATATAN PANITIA LOMBA PUISI TEMA KUDUS KOFIKU 2017

Kofiku
5 Besar Lomba Cipta Puisi Kofiku 2017 - Foto oleh Brilian

Kebahagiaan sebuah komunitas kepenulisan barangkali adalah bisa konsisten berkarya. Memperingati ulang tahun ke-2 Komunitas Fiksi Kudus (Kofiku) mengadakan lomba menulis puisi yang mengusung tema Kudus. Puisi yang terkumpul dan lolos dari penjurian akan dibukukan.

Peserta Lomba

Peserta lomba adalah penduduk asli kudus atau orang yang kini atau pernah tinggal di Kudus. Anggota dan panitia dari Kofiku termasuk peserta lomba karena lomba ini bisa pula dikatakan sebagai ajang latihan menulis puisi.

Naskah yang masuk ke surat elektronik panitia sejumlah 106 puisi. Kebanyakan satu nama penulis mengirim 2 puisi. Kepada para juri yakni Mukti Sutarman Espe dan Rhy Husaini, kami mengirim naskah puisi-puisi tanpa nama penulis. Sampai ditentukan siapa pemenang, juri hanya menilai berdasarkan karya puisi yang diikutsertakan.  Mulanya setiap juri kami minta memilah puisi berdasarkan layak tidaknya masuk buku antologi. Mukti Sutarman Espe menyingkirkan 16 puisi dan Rhy Husaini menyingkirkan 16 puisi. Namun karena ada persamaan dan perbedaan judul puisi yang dipilih antara kedua  juri, total yang tidak lolos dari 106 puisi yaitu 29 puisi, sehingga total puisi yang lolos adalah 77 puisi.

komunitas fiksi kudus - kofiku
Peuncuran dan Diskusi Buku "Kata Kota" - Foto oleh Brilian

Penentuan Pemenang

Bukan perkara mudah untuk menentukan puisi yang layak menjadi pemenang. Panitia meminta masing-masing juri memilih 5 puisi terbaik menurutnya, yang nantinya akan dinilai lagi saat kedua juri dipertemukan. Mukti Sutarman Espe memilih 7 puisi terbaik, yakni: “Surat untuk Mak”, “Gusjigang Ajaranku”, “Tempuhan ke Batas Kota Sebelum Kau”, “Kota Ini Adalah”, “Sebagian Arsip Ditelan Waktu”, “Di Bawah Naungan Kota”, dan “Kliwon”, sedangkan Rhy Husaini memilih 5 puisi, yakni: “Menekuri Jejak Kaki Ibu”, “Tempuhan ke Batas Kota Sebelum Kau”, “Surat untuk Mak”, “Sebagian Arsip Ditelan Waktu”, dan “Elegi di Taman Adipura”.

Setelah dikumpulkan, ada beberapa puisi dengan pilihan yang sama dan pada akhirnya terpilihlah 9 besar puisi yang dinilai ulang secara bertatap muka oleh kedua juri. Kedua juri berdiskusi untuk menentukan pemenang pertama, kedua, dan ketiga. Setelah berembuk kembali, panitia mengeluarkan kebijakan baru, yakni memutuskan menambah juara harapan satu dan dua, maka juri diminta memilih lagi.

Lomba Pertama Kali

Mengadakan lomba adalah pengalaman pertama bagi Kofiku, dengan segala keterbatasan dan kelebihan, terutamanya karena kesedian juri memilih pemenang lomba puisi dengan sukarela. Kami sangat berterima kasih kepada juri yakni Mukti Sutarman Espe dan Rhy Husaini. Juga kepada teman panitia dari Kofiku yang sejak awal ikut melancarkan kegiatan ini; mulai dari menyebar informasi lomba ke berbagai pihak, mengirim surat kepada sekolah-sekolah agar siswanya ikut berpartisipasi, mengajukan proposal kepada pihak yang bersedia menjadi donatur, mendata puisi yang dikirim sampai terpilihnya pemenang lomba puisi. Tak lupa kepada para donatur di antaranya: Kalijaga Travel, Lavina Juice, Penerbit Diva Press, Riyan Collection dan penyair Kudus, Bapak Thomas Budi Santoso yang bersedia memberikan dukungan bagi lomba ini kami sangat berterima kasih. Serta Doodle Art Kudus yang mempermanis buku ini dengan ilustrasinya.

Hal lain barangkali, karena anggota Kofiku juga termasuk peserta lomba, keputusan ini berdampak setidaknya pada dua hal. Pertama, ada kemungkinan puisi yang dikirimkan oleh anggota Kofiku memenangi lomba ini. Kedua, ada kemungkinan puisi kiriman anggota Kofiku tidak diikutsertakan dalam buku, semua itu adalah murni hasil penilaian juri.

komunitas fiksi kudus
Narasumber dalam Peluncuran Buku "Kata Kota" - Foto oleh Brilian

Buku Antologi

Total puisi yang masuk panitia 106 dikurangi 29 oleh juri, jadi ada 77 puisi dari hasil lomba ditambah puisi dari juri. Berdasarkan penilaian juri beberapa naskah puisi yang dinyatakan lolos masih membutuhkan pengeditan. Misalnya, beberapa penulis puisi masih belum bisa membedakan penulisan kata depan “di” dan kata sambung “di”. Atau penulisan “......” di dalam puisi, Mukti Sutarman Espe berpendapat itu tidak perlu, karena kebanyakan penulis yang menulis “......” tidak tahu maksudnya. Maka dengan senang hati kami “memperbaiki” penulisan puisi yang sudah dikirim untuk lomba ini. 

Kofiku, 2017

No comments:

Kegiatan

[Kegiatan][bleft]

Karya Kami

[Karya Kami][bleft]

Galeri

[Galeri][twocolumns]